Senin, 26 September 2011

No Title (Cause I don't Understand)

Bodoh, kenapa harus lagu itu yang menyusup ke pendengaranku. Menyelinap dan memberikan rasa ngilu dan tertohok yang terlalu dalam?
Persetan!
Aku menundukkan kepalaku di atas meja. Berusaha untuk tidak mendengar nada-nada yang masih terus berputar di dalam ruangan itu.
Tidak ingin… mendengar.


**
Aku hanya berdiri di sisi yang sama. Masih seperti kala itu, kala di mana aku mulai menyadari ada sesuatu yang berubah.
Antara aku.
Dan kau.
Entahlah, aku tidak perduli dengan apa yang aku rasakan. Aku hanya ingin hidup seperti air yang mengalir. Dari tempat yang tinggi, ke tempat yang rendah.
Dengan tenang mengikuti liku jalur, ke kanan, kiri, berputar, dan… akhirnya terhenti. Ada satu tanjakan, dan air tidak bisa menanjak.
Aku sadar, mungkin ini saatnya aku berhenti mengagumimu.

**
Aku masih ingat, pertama kali kita bertemu di ujung pandang ruang kelas ini. Di sisi yang bersebrangan. Kita hanya terpisahkan oleh sekat udara.
Namun nyatanya, sekat udara itu tidak sedekat yang aku bayangkan.
Kau terlalu jauh, dan aku tidak pernah bisa menunjukkan secarcik rasa yang aku punya. Meski hanya secuil dari luasnya perasaanku.

**
Sejujrunya kau tidak pernah sadar bahwa kita kembali bertemu. Dalam ujung-ujung ruang yang sama. Dalam sisi-sisi yang sama. Juga dalam sebuah barisan yang sama.
Aku terlalu senang saat itu. Sampai-sampai aku terbuai oleh waktu. Yang justru tanpa aku sadari sudah habis.
Dan tidak lagi bisa di ulang.

**
Andai hidupku bagai DVD yang bisa di putar ulang.
Aku akan me-reply semua kejadian yang terjalin erat dalam ingataku. Denganmu. Saat kau tertawa, saat kita tertawa. Saat aku tersenyum dan kau mengejekku. Saat aku menangis, yang justru kau terdiam.
Aku rindu segala sesuatu yang terjadi bersamamu. Meski hanya sebatas saling berpandangan tanpa berkata.
Karena bahkan, kata tidak akan bisa mewaliki semua yang aku rasakan.

**
Aku ingin bertanya, nanti saat ini memang benar-benar saat terakhir pertemuan kita.
Apa kau sadar?
Kala mataku terus tertuju pada gerikmu.
Kala aku terus memandang punggungmu yang semakin pudar.
Begitu juga, saat aku mengagumi senyummu dari kejauhan.
Jawab aku, dengan jujur, dengan tawa mengejekmu, dengan sebuah ketenangan yang selalu kau ciptakan, sekali pun kau tidak menyadarinya.

**
Percaya?
Hampir dua tahun belakangan aku tidka pernah tidur saat hari ulang tahunmu? Saat aku menyalakan alarm tepat pukul 00.01, dimana –aku yakin kau tertidur tanpa peduli ulang tahunmu sendiri- aku terjaga dan berharap.
Tuhan selalu memberikan yang terbaik untukmu.
Di temani dingin malam juga gelap yang tanpa ampun.
Di iringi senandung angin yang tidak menyusup dan menghantarkan do’aku.

**
Good luck
Hanya dua patah kata itu yang keluar di mulutku saat kita berpapasan di ruang ujian. Tidak lebih dari dua kata sederhana berbahasa asing itu.
Itu bukan hanya kata.
Kata tanpa makna yang terlalu sederhana.
Akan kuberi tahu, kepadamu. Bahwa itu, adalah kata sederhana, dimana memang ada do’a untuk keberhasilanmu.
Dan ternyata, kau membalas dengan kata-kat ayang tidak jauh lebih sederhana. Entahlah, aku tidka berpikir maknanya.
Apakah hanya sekedar kata formalitas.
Atau… hanya angin lalu.
Yang jelas, aku tidak peduli. Karena katamu, sudah membuatku terbang ke tempat terindah. Di dasar mimpiku.

You too

**
 Sial!
Suara itu masih menyusup dan semakin kuat di telingaku. Nada-nadanya membuatku mual, liriknya semakin menjatuhkanku di nyata yang berusaha kututupi.
Kenapa harus?
Aku tidak pernah sedikit pun untuk berhenti mengagumimu dengan perasaanku ini. Tapi… kenapa?!
Harus ada kata move on setelah dua tahun berlalu begitu saja? Setelah aku sudah tterpaten di dasar mimpi-mimpi yang aku rajut atas dasar dirimu?
Entah.. lagu itu terlalu mengusik semua pertahananku.
Karena… sudah ada dua jalur. Atau bahkan hanya satu jalur.
Apakah aku harus terus melanjutkan jalan itu tanpa harus berhenti karena masa lalu denganmu.
Atau…
Ada dua jalur di sana, melupakan masa lalu, lantas berjalan ke depan.
Sedangkan jalur yang satu lagi.
Terus berjalan ke depan, meski menoleh terus ke belakang.
Aku belum mmutuskan apapun. Karena diam-diam aku maish berharap, air itu bisa menanjak, dan membuatku bahagia.
Saat aku sadar, lagu itu sudah hampir habis.
Bodohnya diriku selalu menunggumu
Yang tak pernah untuk bisa mencintai aku
Oh Tuhan tolonglah beri aku cara
Untuk dapat melupakan dia dan cintanya
***


3 komentar:

  1. Keren banget gil! Subhanallah...

    BalasHapus
  2. bener-bener dibuat cerita tuh lagu
    Bingung mau nulis apa? bagus!
    jadi Absen aja kalo sudah mampir

    tambah Ilustrasinya-ya,
    i'm wait

    BalasHapus

Tinggal jejakmu di bawah jejak kecilku. Silakan menggunakan Name/URL atau Anonymous :)